Skip to main content

Posts

Dear, Acida

Rasa cinta yang bermetamorfosa, Mengambil alih kisah persahabatan yang terperantara, Terperanjat, terikat dari masa kecil yang ternostalgia, Tumbuh diantara aku dan Acida. Saat semilir angin menggetarkan kisah berkain sutra, Berhempaskan embun, dan rintisan air serta petir yang menggema, Rasa itu masih ada, Tapi tersamar, karena penolakan yang berkali ganda. Mereka berharap dipertemukan kembali, Di sela waktu yang selalu berdimensi, Entah kapan itu terjadi, Mungkin, mungkin suatu saat nanti. Saat suaraku sudah merdu, Ketika aku sudah tak lagi canggung. Atau hingga dia, Yang tak lagi demam panggung. Dear, Acida. Terlafal dari arti sebuah rasa. Kini, aku mengikrarkan sukma, Untuk terus mengingat, Kisah-kisah indah bersamanya. *ket: Acida = wanita yang dikagumi Tachima
Recent posts

Cinta

“Cinta, memang tak tahu tempat, kadang bisa hadir dalam kebencian, ketidaksengajaan, hingga kisah persahabatan juga tak terlewatkan. Cinta tak harus bisa untuk memiliki, hanya saling berungkap saja, kurasa semuanya sudah sempurna. Cinta, hadir untuk saling mengisi, walaupun suatu permasalahan juga tak dapat diluputi. Aku cinta, pada setiap apa yang kau ungkapkan tentang kita. Dalam memori kisah persahabatan kita yang masih berdimensi dan berjalan seiring jalannya waktu, telah dihadiri oleh rasa cinta itu sendiri. Aku paham kita saling mencintai, tapi aku lebih paham bahwa cinta tak harus saling memiliki dalam status untuk menjaga gengsi, karena persahabatan yang terjalin, itu...itu lebih berharga dari sepasang kekasih." 

Arti Rasa itu

Aku pergi... Kala mentari masih menemani, Tentang awan gemawan yang menyanyi, Hingga turunnya hujan yang tak dapat kusertakan. Indahnya langit malam, Telah menggoreskan tinta hitam pada putihnya kisah yang berlandaskan, Masa kecil menyuara berirama, Aku rindu, sangat rindu pada masa itu, Apa yang kurasa perlu? Untuk mengingatmu! Kisah kita, telah terbakar oleh waktu yang berapi-api, Anganku tak lagi bisa bersatu bersama masa lalu yang mulai kelabu, Terimakasih, untuk para sahabatku, Telah membantuku, mengukir suatu ilusi. Yang menjadi mimpi, dan akan benar-benar terjadi, Aku kini telah pergi, Bukan karena sesuatu, atau apapun itu, Tapi hal yang membuatku nantinya sendu, Adalah sebuah ingatan dan rasaku di hatimu, Yang selalu terus menggebu.

Hilang

Ketika langit menutupkan wajahnya, Di sebalik awan hitam, diiringi desiran angin kencang, Petir menyambar, cahya menghilang, Air perlahan turun, deras berbelas. Jemari yang kurasa semakin melemah, Mata berkaca, seakan terbawa, Terbawa oleh hanyut terjangan air bah, Terbawa oleh ribuan semilir angin yang menyanggah, Teman! Kau dimana! Dahulu saat ku bahagia, kau selalu ada, Dahulu, kita selalu tertawa, Tapi kini, aku merindukan suasana itu. Derita, hinaan, dan penjauhan, Hanya sendiri ku rasakan, Dimanakah kalian, Semuanya terbalut oleh keegoisan, Jiwa dan ragaku masih ada, Tapi hatiku hilang dan hancur, Rapuh, lemah kurasa, Jatuh, runtuh semua, Kesunyian, seakan ku tak ada, Kesyahduan seakan ku tlah hilang, Aku membutuhkan kalian! Tapi kemana, harus kucari, Di sebalik lembah, di ujung laut? Di atas langit, atau diinti bumi? Tak ada! Kalian sudah takkan lagi pernah ada, Aku yang hilang merasakan kehilangan. Terjebak

Kelam Merindu Angan

Apa kau tak melihatnya? Sebutir embun telah membasahi dedaunan itu Apa kau tak merasa benderang? Saat hanya ada 7 bintang, menerangi langit malam. Dan, seketika itu listrik pun padam. Disana aku berangan, Sebuah kelopak hitam, telah menutupi putihnya kisah, Di gubuk tua itu, aku membuka lembaran baru, Lembaran motivasi, yang diukir suatu puisi. Kata orang, hidupku adalah hidup yang tenang, Suasana hatiku, seperti suasana fajar saat menyapa, Kelam yang akan menuju terang, Tapi semua itu, hanya dusta yang terbelaka, Cahaya surya, sama sekali belum menyusup hatiku, Gelap dan syahdu, kini membuatku rindu sesuatu, Tapi anganku telah menutup jendela hati yang kini membeku, Tak lagi mau, mendengar waktu yang akan segera berlalu. Tachimataru (17 september 2017)

Ini Mengawali Semuanya

    Di tempat ini, di buku ini akan kutulis semuanya, lembaran demi lembaran merangkup beragam kisah indah dan terhina. Hanya aku, pena, buku, tuhan dan kamu yang tahu. Tentang kisahku kemarin, hari ini, dan esok, semuanya diwarnai beribu rasa tawa dan haru. Mengukir apa itu arti kesabaran, kebahagiaan, dan kesedihan yang berlalu. Tentang rasa sakit yang teramat sangat dalam hingga terperosok ke jurang, sampai rasa bangga dan bahagiaku setinggi gunung yang menjulang.    Tentang rasa persahabatan, cinta, dan permusuhan. Semuanya terlukis, tertulis di inti hati yang terdalam. Aku hanya bisa menulis, akan terkalah jika mengungkap. Bibirku terbungkam, seakan bisu sesaat. Pintu sabarku akan suatu hal itu telah hancur, tertabrak oleh emosi yang melebur. Jemariku memegang erat pena bertinta hitam itu, menggores kertas putih yang kini telah ternodai. Dunia kini telah hilang, kelam dan suram. Cahaya putih telah menjadi hitam, di ufuk yang mencekam. Tachimataru, (16 September 2017)

Perkenalan

Hai sobat, nama pena gue Tachimataru (Tapi gue bukan wibu yaa) asal lo tau aja. Yak umur gue 15 tahun gue lahir tanggal 4 mei 2003, gue hidup di sebuah daerah barat pulau jawa. Gue emang suka nulis puisi, cerpen, dan karya sastra lain semenjak gue duduk di bangku depan rumah gue (maksudnya duduk di bangku kelas 6). mungkin gue masih dibilang penulis amatiran karena dari dulu sampai sekarang karya gue belum dipandang sesuatu yang bagus oleh siapapun. So, gue tau gue bukan penulis, sastrawan kaya Chairil Anwar dan teman-temannya. Tapi, gue bakal berusaha mengayuh lelah untuk menciptakan sesuatu yang terbaik yang akan berbalik pada diri gue sendiri di mata orang lain. Oh iya, blog ini isinya kumpulan larik puisi dengan jerih payah jemari tangan gue sendiri, tanpa ada unsur "PLAGIAT". Sekali lagi "PLAGIAT". Ya, blog ini berisi curhatan tentang hidup gue yang ditulis jadi bait-bait puisi. silahkan membacanya dengan hati yang syahdu dan membuat cakap rindu menjadi mengge