Rasa cinta yang bermetamorfosa, Mengambil alih kisah persahabatan yang terperantara, Terperanjat, terikat dari masa kecil yang ternostalgia, Tumbuh diantara aku dan Acida. Saat semilir angin menggetarkan kisah berkain sutra, Berhempaskan embun, dan rintisan air serta petir yang menggema, Rasa itu masih ada, Tapi tersamar, karena penolakan yang berkali ganda. Mereka berharap dipertemukan kembali, Di sela waktu yang selalu berdimensi, Entah kapan itu terjadi, Mungkin, mungkin suatu saat nanti. Saat suaraku sudah merdu, Ketika aku sudah tak lagi canggung. Atau hingga dia, Yang tak lagi demam panggung. Dear, Acida. Terlafal dari arti sebuah rasa. Kini, aku mengikrarkan sukma, Untuk terus mengingat, Kisah-kisah indah bersamanya. *ket: Acida = wanita yang dikagumi Tachima
“Cinta, memang tak tahu tempat, kadang bisa hadir dalam kebencian, ketidaksengajaan, hingga kisah persahabatan juga tak terlewatkan. Cinta tak harus bisa untuk memiliki, hanya saling berungkap saja, kurasa semuanya sudah sempurna. Cinta, hadir untuk saling mengisi, walaupun suatu permasalahan juga tak dapat diluputi. Aku cinta, pada setiap apa yang kau ungkapkan tentang kita. Dalam memori kisah persahabatan kita yang masih berdimensi dan berjalan seiring jalannya waktu, telah dihadiri oleh rasa cinta itu sendiri. Aku paham kita saling mencintai, tapi aku lebih paham bahwa cinta tak harus saling memiliki dalam status untuk menjaga gengsi, karena persahabatan yang terjalin, itu...itu lebih berharga dari sepasang kekasih."