“Cinta, memang tak
tahu tempat, kadang bisa hadir dalam kebencian, ketidaksengajaan, hingga kisah
persahabatan juga tak terlewatkan. Cinta tak harus bisa untuk memiliki, hanya
saling berungkap saja, kurasa semuanya sudah sempurna. Cinta, hadir untuk
saling mengisi, walaupun suatu permasalahan juga tak dapat diluputi. Aku cinta,
pada setiap apa yang kau ungkapkan tentang kita. Dalam memori kisah
persahabatan kita yang masih berdimensi dan berjalan seiring jalannya waktu,
telah dihadiri oleh rasa cinta itu sendiri. Aku paham kita saling mencintai,
tapi aku lebih paham bahwa cinta tak harus saling memiliki dalam status untuk
menjaga gengsi, karena persahabatan yang terjalin, itu...itu lebih berharga
dari sepasang kekasih."
Di tempat ini, di buku ini akan kutulis semuanya, lembaran demi lembaran merangkup beragam kisah indah dan terhina. Hanya aku, pena, buku, tuhan dan kamu yang tahu. Tentang kisahku kemarin, hari ini, dan esok, semuanya diwarnai beribu rasa tawa dan haru. Mengukir apa itu arti kesabaran, kebahagiaan, dan kesedihan yang berlalu. Tentang rasa sakit yang teramat sangat dalam hingga terperosok ke jurang, sampai rasa bangga dan bahagiaku setinggi gunung yang menjulang. Tentang rasa persahabatan, cinta, dan permusuhan. Semuanya terlukis, tertulis di inti hati yang terdalam. Aku hanya bisa menulis, akan terkalah jika mengungkap. Bibirku terbungkam, seakan bisu sesaat. Pintu sabarku akan suatu hal itu telah hancur, tertabrak oleh emosi yang melebur. Jemariku memegang erat pena bertinta hitam itu, menggores kertas putih yang kini telah ternodai. Dunia kini telah hilang, kelam dan suram. Cahaya putih telah menjadi hitam, di ufuk yang mencekam. Tachimataru, (16 September 2017)
Comments
Post a Comment